Blitar , beritaantara2.online Ratusan massa dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) memadati depan Kantor DPRD dan Kantor Bupati Kabupaten Blitar di Kanigoro, Senin (25/08/2025). Dengan semangat tinggi, mereka menyuarakan kekecewaan atas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Blitar yang dianggap amburadul.
Aksi yang mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian ini dipimpin oleh Jaka Prasetya, Ketua LSM GPI sekaligus koordinator aksi. Jaka membuka orasinya dengan menyatakan keprihatinan mendalam atas konflik kepentingan antara DPRD dan eksekutif yang menghambat kemajuan daerah.
Menurut Jaka, pertarungan antara legislatif dan eksekutif lebih banyak menonjolkan kepentingan kelompok daripada kesejahteraan masyarakat luas. “APBD adalah uang rakyat, bukan alat politik. Kami menuntut transparansi dan tanggung jawab,” tegasnya.
Salah satu fokus utama tuntutan GPI adalah kegagalan penyerapan APBD induk dan belum disetujuinya Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025. Kondisi ini, kata Jaka, membuat pembangunan yang direncanakan terhambat dan rakyat dirugikan.
GPI secara tegas meminta anggota DPRD yang menolak pengesahan PAK segera mengundurkan diri. Menurut mereka, keberadaan anggota yang menghambat ini hanya memperlambat roda pemerintahan dan menambah beban rakyat.
Selain menyoroti DPRD, GPI juga mengkritik lambatnya mutasi jabatan dalam reformasi birokrasi di lingkungan eksekutif. Penundaan mutasi ini membuat kinerja aparatur sipil negara (ASN) kurang optimal dan menurunkan semangat kerja.
Jaka mengingatkan pejabat struktural seperti Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agar berhati-hati menerima jabatan baru hasil mutasi. Waktu penyerapan anggaran yang terbatas akibat penggabungan APBD induk dan PAK rawan menimbulkan masalah hukum.
Isu lain yang menjadi perhatian serius GPI adalah dugaan ketidakadilan dalam distribusi anggaran APBD. Mereka mengkritisi adanya rencana memberikan porsi anggaran lebih besar ke wilayah Blitar Barat dibandingkan wilayah lain.
Menurut GPI, ketimpangan ini berpotensi menimbulkan konflik sosial yang bisa mengganggu stabilitas masyarakat dan menghambat pembangunan secara merata.
Aksi GPI kali ini menjadi suara lantang masyarakat Blitar yang menuntut agar pengelolaan dana publik dilakukan dengan transparan, akuntabel, dan adil untuk seluruh warga.
Demonstrasi berakhir dengan tertib, ditutup dengan penyerahan pernyataan sikap kepada DPRD dan Bupati Blitar sebagai bentuk desakan agar pengelolaan APBD segera diperbaiki demi masa depan Kabupaten Blitar yang lebih baik. ( marlin)