Blitar, beritaantara2.online Setelah bertarung untuk hidupnya akibat kecelakaan yang mengerikan, Dicky Wahyudi (25), seorang petani sederhana dari Desa Sumberasri, harus menghadapi kenyataan pahit setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menimpanya. Kisah Dicky yang seharusnya menjadi korban justru berbalik menjadi cerita kelam tentang perjuangan mencari keadilan di tengah tekanan hukum. Senin pagi tadi, bersama keluarga dan pendampingnya, Dicky memenuhi panggilan penyidik Satlantas Polres Blitar Kota dengan harapan suara mereka didengar dan kebenaran terungkap pada tgl 18 Agustus 2025
Pada dini hari 22 Maret 2025, jalanan sepi di Desa Sumberasri menjadi saksi bisu sebuah peristiwa yang mengubah hidup Dicky selamanya. Usai acara sahur bersama keluarga, Dicky mengendarai sepeda motornya melewati Jalan Raya Sumberasri. Di sebuah tikungan dekat patung Garuda, ia terpaksa menghindari genangan air yang mengisi lubang jalan. Namun, saat itulah sebuah mobil Toyota Hiace datang dari arah berlawanan, menabraknya dengan keras.
Cedera parah di hampir seluruh tubuh membuat Dicky terbaring koma selama empat hari di RSUD Mardi Waluyo. Perjuangannya untuk pulih tidak hanya melibatkan fisik, tapi juga perjuangan keluarga menanggung beban biaya pengobatan yang mencapai puluhan juta rupiah.pada 18 Agustus 2025
Tidak hanya harus berjuang sembuh, Dicky kini juga menghadapi tuduhan hukum. Penetapan tersangka ini mengejutkan dan membuat keluarga merasa sakit hati. Mereka menilai Dicky adalah korban sejati dalam insiden ini.
“Total biaya pengobatan mencapai Rp 60 juta. Jasa Raharja hanya menanggung Rp 20 juta, sisanya kami tanggung sendiri. Kami hadir di sini bukan untuk menghindar, tapi untuk mencari keadilan yang sebenarnya,” ujar Sutarto, pendamping sekaligus suara keluarga Dicky.
Kasatlantas Polres Blitar Kota, AKP Agus Prayitno SH, menjelaskan kronologi kejadian dari sudut pandang kepolisian. Menurutnya, kecelakaan terjadi karena Dicky menghindari genangan air tiba tiba saat melintas di tikungan, sementara mobil Toyota Hiace melaju dari arah berlawanan.
“Kami sudah melakukan mediasi tiga kali antara kedua pihak. Namun hingga kini, belum ada kesepakatan,” jelas Agus.
Kepolisian tetap membuka peluang penyelesaian secara kekeluargaan, namun bila tidak berhasil, proses hukum akan berlanjut dan pengadilan yang akan memutuskan nasib kasus ini.
Kasus ini menarik perhatian masyarakat luas, khususnya di Blitar. Banyak yang prihatin melihat seorang petani sederhana terjerat hukum setelah mengalami musibah berat. Mereka berharap agar proses hukum berjalan adil dan memberikan kejelasan tanpa merugikan salah satu pihak.
Dicky dan keluarganya kini berada di titik penuh harap. Mereka memohon agar suara mereka didengar, dan keadilan bisa ditegakkan tanpa memandang status atau posisi. (Marlin)