Blitar. beritaantara2.online Hingga memasuki triwulan ketiga, pelaksanaan program pembangunan yang bersumber dari APBD tahun ini masih jauh dari harapan. Sejumlah pihak menyayangkan lambannya kinerja pemerintah daerah yang dinilai tidak sejalan dengan semangat membangun demi kepentingan rakyat.
Sumber internal menyebutkan, salah satu penyebab utama keterlambatan ini adalah proses mutasi pejabat struktural yang tak kunjung dilakukan. Ketidakpastian posisi membuat banyak kepala OPD bersikap pasif dan enggan mengeksekusi program-program penting. Mereka khawatir, ketika mutasi akhirnya terjadi, posisi mereka sudah tak lagi relevan untuk melanjutkan kebijakan yang ada. 22/8/2025
Tak hanya itu, minimnya kebijakan dari Bupati yang berpihak langsung kepada kepentingan masyarakat juga turut disorot. Beberapa kegiatan strategis yang semestinya sudah berjalan, justru dihentikan sementara hanya karena belum mendapat "restu" dari lingkaran elite. Hal ini membuat pembangunan seolah-olah tergantung pada persetujuan kelompok tertentu, bukan kebutuhan masyarakat.
Faktor lain yang ikut menghambat adalah belum adanya titik temu antara eksekutif dan legislatif terkait pengakuan atas pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD. Padahal, pokir merupakan aspirasi langsung dari masyarakat yang dititipkan melalui wakil rakyat. Ketidakjelasan sikap pemerintah daerah dalam mengakomodasi hal ini membuat kepercayaan publik semakin menurun.
Ironisnya, surat edaran (SE) Bupati terkait efisiensi anggaran justru dinilai tebang pilih. Ada sejumlah OPD yang benar-benar dipaksa memangkas anggaran, bahkan untuk kegiatan penting. Namun di sisi lain, masih ada OPD yang justru menggelar kegiatan bersifat seremonial, bahkan terkesan "hura-hura", tanpa manfaat langsung bagi masyarakat.
Situasi ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki arah pembangunan yang jelas dan tegas. Banyak masyarakat mulai bertanya-tanya, apakah APBD hanya menjadi simbol angka-angka di atas kertas tanpa realisasi nyata di lapangan?
Di tengah berbagai tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi masyarakat saat ini, lambannya pelaksanaan program pemerintah jelas menjadi tamparan keras. Padahal, APBD merupakan instrumen utama untuk menggerakkan roda pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kritik pun mulai bermunculan dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, aktivis, hingga akademisi. Mereka mendesak agar kepala daerah segera mengambil sikap tegas, mempercepat mutasi jabatan, memperjelas arah kebijakan, dan memastikan seluruh OPD menjalankan tugas sesuai rencana kerja yang telah ditetapkan.
Keterlambatan seperti ini, jika terus dibiarkan, bukan hanya merugikan rakyat secara langsung, tetapi juga mencoreng wajah pemerintah daerah di mata publik. Kepercayaan yang selama ini dibangun bisa runtuh hanya karena ketidaktegasan dalam mengambil keputusan.
Masyarakat berharap, Pemkab segera keluar dari kebuntuan ini dan kembali fokus pada agenda-agenda prioritas pembangunan. Sudah saatnya kepentingan rakyat ditempatkan di atas segalanya bukan justru menjadi korban dari tarik ulur politik birokrasi. (Marlin)